Kamis, 07 Juni 2012

Peradaban Lembah Sungai Gangga

1. Lokasi
Lembah Sungai Gangga dengan anak sungainya Yamuna terletak antara
Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Vindhya. Kedua sungai tersebut
bermata air di Pegunungan Himalaya dan mengalir melalui kota-kota besar
seperti Delhi, Agra, dan bermuara di wilayah Bangladesh ke Teluk Benggala.
Sungai Gangga bertemu dengan Sungai Brahmaputra yang bermata air di
Pegunungan Kwen Lun. Lembah Sungai Gangga merupakan daerah yang subur.


2. Pendukung
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Aria yang
termasuk bangsa Indo Jerman. Bangsa Aria memasuki wilayah India kurang
lebih tahun 1500 SM melalui Pas Kaiber di Pegunungan Hindu Kush. Mereka

berkulit putih, berbadan tinggi, dan berhidung mancung. Pencahariannya semula
beternak, tetapi setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai
Indus yang subur dan menguasai daerah tersebut, mereka kemudian bercocok
tanam dan menetap.


3. Masyarakat
Bangsa Aria berusaha untuk tidak campur dengan bangsa Dravida yang
merupakan penduduk asli India. Mereka menyebut bangsa Dravida anasah,
artinya tidak berhidung atau berhidung pesek dan dasa yang berarti raksasa.
Untuk memelihara kemurnian keturunannya, diadakan sistem pelapisan (kasta)
yang dikatakannya bersumber pada ajaran agama.


Bangsa Aria berhasil mengambil alih kekuasaan politik, sosial dan ekonomi.
Akan tetapi, dalam kebudayaan terjadi percampuran (asimilasi) antara Aria dan
Dravida. Percampuran budaya itu melahirkan kebudayaan Weda. Kebudayaan
inilah yang melahirkan agama dan kebudayaan Hindu atau Hinduisme. Daerah
perkembangan pertamanya di lembah Sungai Gangga yang kemudian disebut
Aryawarta (negeri orang Aria) atau Hindustan (tanah milik orang Hindu).
Untuk mempertahankan kekuasaannya di tengah kehidupan masyarakat, bangsa
Arya berusaha menjaga kemurnian ras. Artinya, mereka melarang perkawinan
campur dengan bangsa Dravida. Untuk itulah, bangsa Arya menciptakan sistem
kasta dalam kemasyarakatan. Sistem kasta didasarkan pada kedudukan, hak dan
kewajiban seseorang dalam masyarakat.


Pembagian golongan atau tingkatan dalam masyarakat Hindu terdiri dari
empat kasta atau caturwarna, yakni : Brahmana (pendeta), bertugas dalam kehidupan
keagamaan; Ksatria (raja, bangsawan dan prajurit), berkewajiban
menjalankan pemerintahan termasuk mempertahankan negara, Waisya
(pedagang, petani, dan peternak), dan Sudra (pekerja-pekerja kasar dan budak).
Kasta Brahmana, Kastria, Waisya terdiri dari orang-orang Aria. Kasta Sudra
terdiri dari orang-orang Dravida. Selain keempat kasta di atas, ada lagi kasta
Paria/Candala atau Panchama. Panchama yang berarti "kaum terbuang". Kasta
ini dipandang hina, karena melakukan pekerjaan kotor, orang jahat dan tidak
boleh disentuh, lebih-lebih bagi kaum Brahmana.


4. Agama Hindu
Agama dan kebudayaan Hindu lahir pertama kali di India sekitar tahun
1500 SM. Agama dan kebudayaan Hindu ini mengalami pertumbuhan pada
zaman Weda. Kebudayaan Hindu merupakan perpaduan antara kebudayaan
bangsa Aria dari Asia Tengah yang telah memasuki India dengan kebudayaan
bangsa asli India (Dravida). Hasil percampuran itulah yang disebut agama Hindu
atau Hinduisme. Daerah perkembangan pertamanya di lembah Sungai Gangga
yang disebut Aryawarta (negeri orang Aria) dan Hindustan (tanah milik orang
Hindu). Sejak berkembangnya kebudayaan Hindu di India maka lahir agama

Hindu. Dari India, agama Hindu menyebar ke seluruh dunia dan banyak memengaruhi
kebudayaan-kebudayaan di dunia, termasuk Indonesia.
Menurut pendapat para ahli sejarah, berdasarkan temuan berbagai peninggalan
sejarah, diyakini bahwa bekas kota Mahenjo-Daro (Larkana) dan Harappa
(Punjab) di lembah Sungai Indus merupakan tempat timbul dan berkembangnya
agama Hindu.


Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Arya (Indo-
Jerman) ke India kira-kira tahun 1500 SM. Mereka datang melewati celah Kaiber.
Celah tersebut terletak di pegunungan Hindu Kush, sebelah barat laut India.
Itulah sebabnya celah Kaiber terkenal dengan sebutan "Pintu Gerbang India".
Kemudian bangsa Arya mendesak bangsa Dravida dan Munda yang telah
mendiami daerah tersebut.


Akhirnya bangsa Arya berhasil menempati
daerah celah Kaiber yang sangat
subur. Bangsa Dravida mendiami Dataran
Tinggi Dekan (India Selatan). Bangsa
Munda mendiami daerah-daerah pegunungan.
Pemeluk agama Hindu mengenal tiga
dewa tertinggi yang disebut Trimurti, yakni
Brahma (dewa pencipta), Wisnu (dewa
pelindung), dan Syiwa (dewa perusak).
Dewa-dewi lainnya antara lain : Agni (dewa
api), Bayu (dewa angin), Surya (dewa matahari),
Candra (dewa bulan), Indra (dewa
perang), Saraswati (dewi pengetahuan dan
seni), Lakshmi (dewi keberuntungan), dan
Ganesha (dewa pengetahuan dan penolong).
Sumber ajaran Hindu adalah kitab
Weda, yang bermakna pengetahuan
Hindu. Kitab-kitab penganut Hindu:


a. Kitab Weda
Terdiri dari 4 Samhita atau himpunan, yaitu:


1) Reg Weda (merupakan kitab yang tertua), berisi puji-pujian kepada
dewa
2) Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci yang merupakan pujian
pada waktu melaksanakan upacara
3) Yajur Weda, berisi doa-doa yang diucapkan pada waktu upacara sesaji.
4) Atharwa Weda, berisikan doa-doa bagi penyembuhan penyakit dan
nyanyian sakti kaum brahmana.

b. Kitab Brahmana
Berisi penjelasan kitab Weda, yang disusun oleh para pendeta.
c. Kitab Upanishad
Berisi petunjuk-petunjuk, agar orang dapat melepaskan diri dari
samsara, dan dapat mencapai moksa (kebahagiaan abadi).


d. Kitab yang berisikan cerita kepahlawanan:


1) Mahabharata, karya Wiyasa berisikan cerita peperangan antara
Pandawa melawan Kurawa. Keduanya masih keluarga seketurunan,
yang memperebutkan tahta kerajaan Astina. Perebutan akhirnya
dimenangkan oleh Pandawa.
2) Ramayana, karya Walmiki menceritakan peperangan antara Rama
dengan Rahwana. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh Rama.
Cerita Ramayana melambangkan kejujuran (dilambangkan Rama)
melawan keangkaramurkaan (dilambangkan Rahwana).
Inti ajaran agama Hindu didasarkan pada karma, reinkarnasi dan moksa.
Karma adalah perbutan baik buruk dari manusia ketika di dunia yang menentukan
kehidupan berikutnya. Reinkarnasi ialah penjilmaan kembali kehidupan
manusia sesuai dengan karmanya. Bila seseorang berbuat baik akan lahir kembali
ke tingkat yang lebih tinggi; sebaliknya
jika berbuat buruk mengakibatkan reinkarnasi
ke tingkat yang lebih rendah,
misalnya lahir sebagai hewan. Keadaan
hidup-mati kembali merupakan persitiwa
hidup yang menderita (samsara). Moksa
ialah tingkat hidup tertinggi yang terlepas
dari ikatan keduniawian atau terbebas dari
reinkarnasi.


Agama Hindu mengenal pembagian
masyarakat atas kasta-kasta, yaitu
Brahmana, terdiri dari golongan pendeta,
bertugas mengurus soal kehidupan
keagamaan; Ksatria, terdiri dari golongan
bangsawan dan prajurit, berkewajiban
menjalankan pemerintahan termasuk
mempertahankan negara; Waisya, bertugas
untuk berdagang, bertani, dan beternak;
Sudra, bertugas untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan kasar, seperti budak
dan pelayan.
Adanya sistem kasta (caturwarna)
tersebut pada dasarnya merupakan
pembagian tugas dan kelas dalam masya-

rakat Hindu yang didasarkan atas keturunan. Perkawinan antar kasta dilarang,
terhadap yang melanggar dikeluarkan dari kasta (out cast) dan masuk dalam
golongan atau kasta Paria.



5. Agama Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta, putra raja Sudhodana dari Kerajaan
Kosala. Sidharta berarti orang yang mencapai tujuannya. Ia juga disebut Buddha
Gautama, berarti orang yang menerima bodhi (wahyu), orang yang telah
mendapatkan penerangan. Ia juga disebut Jina artiya orang yang telah mencapai
kemenangan atau Sakyamuni yang berarti orang yang bijaksana keturunan Sakya
Gautama.
Ketika Sidarta Gautama berumur 29 tahun, mencoba mengelilingi desa-desa
di sekitar istana. Sejak itulah ia menjumpai kenyataan yang belum pernah ia lihat
selama hidupnya. Misalnya orang tua, jenazah yang diangkat dengan keranda,
orang sakit, dan rahib (pendeta). Untuk pertama kalinya ia melihat tanda-tanda
penderitaan. Misalnya usia tua, penyakit, dan kematian. Hal inilah yang membuat
Siddarta merasa gelisah. Penderitaan di atas selalu menghantui pikirannya.
Kemudian ia memutuskan untuk mencari jawaban apa hakikat hidup ini.
Untuk mencari jawaban apa hakikat hidup ini, Sidarta Gautama pergi dari
istana dengan menanggalkan semua kemewahan yang terdapat di tubuhnya, dan
berganti pakaian sebagai rahib. Sekitar enam bulan, ia belajar hidup sebagai rahib
seperti bertapa, berpuasa, dan hidup prihatin. Ia mengembara dari satu tempat
ke tempat lain.
Suatu ketika, Sidarta Gautama tiba di desa Gaya, dekat Bihar, Kapilawastu. Di
bawah pohon, ia bersila untuk bertapa, yang kemudian memeroleh penerangan,
yang berarti "menjadi paham tentang makna kehidupan". Peristiwa itu menandai
Sidarta Gautama menjadi Buddha. Tempat Buddha memeroleh penerangan dinamakan
Bodh Gaya. Pohon tempat ia bertapa dinamakan pohon bodhi.

Ada empat tempat yang dianggap
suci oleh umat Buddha,
karena berhubungan dengan kehidupan
Sidharta.
a. Taman Lumbini, di Kapilawastu
yang merupakan tempat kelahiran
Sidharta (563 SM).
b. Bodh Gaya, sebagai tempat
Sidharta menerima penerangan
agung.
c. Benares (Taman Rusa), tempat
Sang Buddha pertama kali mengajarkan
ajarannya.
d. Kusinagara, tempat Sang
Buddha wafat (482 SM).
Oleh Raja Ashoka, keempat
tempat suci tersebut diberi tanda, yakni bunga saroja sebagai lambang kelahiran
Buddha; pohon pippala atau bodhi sebagai lambang penerangan agung; jantera
sebagai lambang memulai memberikan ajarannya, dan stupa sebagai lambang
kematiannya. Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung dan kematiannya
terjadi pada tanggal yang bersamaan, yaitu waktu bulan purnama pada
bulan Mei. Ketiga peristiwa tersebut oleh umat Buddha dirayakan sebagai Waisak
atau Tri Waisak.
Setelah mendapat "penerangan" atau
"sinar terang" Sang Buddha Gautama
memberikan "wejangan" (khotbah) yang
pertama di Taman Rusa. Agama Buddha
tidak mengenal pembagian kasta dan
golongan masyarakat. Dalam agama
Buddha diakui adanya karma, yaitu pembalasan
atau ganjaran bagi manusia dalam
hidupnya. Setiap orang yang beramal baik
pada waktu hidup di dunia akan masuk
nirwana.
Para pemeluk agama Buddha mempunyai
ikrar yang disebut Tri Sarana atau
Tri Dharma, artinya tiga tempat berlindung,
yaitu :
1. Saya berlindung kepada Buddha
2. Saya berlindung kepada Dharma
3. Saya berlindung kepada Sanggha

Buddha, Dharma, dan Sanggha disebut Tri Ratna atau tiga mutiara. Sidarta
Gautama mencapai nirwana yang sempurna, yang disebut Parinirwana. Ajaran
agama Buddha dibukukan dalam kitab suci yang disebut Tripitaka. Tripitaka
berarti "tiga keranjang" karena ditulis pada daun lontar yang tersimpan dalam
keranjang.
Setelah seratus tahun Sang Buddha Gautama wafat, muncul bermacammacam
panafsiran terhadap hakekat ajaran Sang Buddha Gautama. Ajaran
Agama Buddha kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Buddha Hinayana
dan Buddha Mahayana.
a. Buddha Hinayana melambangkan ajaran Sang Buddha Gautama sebagai
kereta kecil, yang bermakna sifat tertutup. Penganut aliran ini hanya mengejar
pembebasan bagi diri sendiri. Menurut aliran ini yang berhak
"menjadi Sanggha" adalah para biksu dan biksuni yang berada di wihara.
b. Buddha Mahayana melambangkan ajaran Sang Buddha sebagai kereta besar,
yang bermakna sifat terbuka. Penganut aliran ini tidak hanya mengejar
pembebasan bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain. Menurut aliran ini
setiap orang berhak menjadi Sanggha Buddha, sejauh sanggup menjalankan
ajaran dan petunjuk Sang Buddha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar