Selasa, 27 Maret 2012

Kerajaan Kutai


Kutai adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M, keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa/tiang batu berjumlah 7 buah.

Yupa dari Kutai
Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik seperti yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.

Dalam yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Asmawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam agama Hindu. Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku, yang menurunkan raja-raja Kutai.

Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara--tempat suci untuk memuja Dewa Siwa--di pulau Jawa disebut Baprakewara.

Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi di Kutai, tidak diketahui secara pasti, kecuali disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana.

Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang.

Kehidupan Budaya
Dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu) yang disebut Vratyastoma.

Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga masih mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya, sedangkan yang memimpin upacara tersebut, menurut para ahli, dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sansekerta yang pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum Brahmana untuk masalah keagamaan.

Kepustakaan

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar