Kamis, 14 Juni 2012

Perempuan Epilepsi Dianjurkan Punya Diary

[imagetag]

Penyandang epilepsi perempuan memang lebih repot ketimbang laki-laki karena perubahan hormon yang terjadi di dalam tubuhnya ikut andil memicu bangkitan atau kejang. Oleh karena itu, penyandang epilepsi perempuan dianjurkan untuk punya diary atau buku harian.


Ada banyak hal yang harus diperhatikan penyandang epilepsi (PE) perempuan. Perempuan epilepsi perlu persiapan yang matang dalam memasuki masa pubertas, menstruasi, fertilitas, kontrasepsi pil, suntik dan implan, kehamilan, proses kelahiran, menyusui, merawat bayi, menopause dan terapi sulih hormon.

"Penyandang epilepsi perempuan sebaiknya menuliskan buku harian bangkitan, sehingga dapat mengidentifikasi apakah pengaruh fluktuasi hormon dapat mencetuskan bangkitan epilepsinya. Juga harus dicatat kapan bangkitan sering terjadi, sehingga bisa ditanggani dengan baik," jelas Dr Kurnia Kusumastuti, Sp.S(K), Ketua Kelompok Studi (Pokdi) Epilepsi, dalam acara Seminar Media 'Tatalaksana yang tepat sangat diperlukan untuk mengontrol serangan pada Penyandang Epilepsi (PE) wanita dan anak' di Hotel The Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta.

Hormon memang tidak menyebabkan epilepsi, tapi bisa mencetuskan pola bangkitan atau kejang. Hormon perempuan estrogen mempermudah terjadinya bangkitan sedangkan progesteron mempersulit terjadinya bangkitan.

Penyandang epilepsi perempuan biasanya lebih sering mengalami bangkitan atau kejang pada saat pubertas dan menstruasi. Selain karena fluktuasi hormonal, retensi (pengumpulan) cairan tubuh juga membuat efek obat anti epilepsi (OAE) berkurang. Tidur yang terganggu selama menstruasi serta stres dan kecemasan juga memicu bangkitan.

Epilepsi juga dapat menyebabkan gangguan menstrusi dan kesuburan, yang menyebabkan sulit hamil, gangguan kehamilan dan gangguan proses kehamilan. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk hamil, penyandang epilepsi memerlukan konseling pra konsepsi.

Selama kehamilan, 93 persen penyandang epilepsi bisa memiliki kehamilan yang normal dan janin yang sehat. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa bangkitan bisa sering terjadi pada saat hamil.

Untuk bersalin, harus dilakukan di klinik atau rumah sakit yang mempunyai fasilitas perawatan epilepsi dan unit perawatan intensif bayi. Persalinan dapat dilakukan dengan normal asal bangkitan sudah terkontrol.

Saat memilih kontrasepsi pun, penyandang epilepsi juga harus menghindari kontrasepsi hormon seperti pil KB, suntik atau implan. Pilihlah kontrasepsi non-hormonal seperti IUD (spiral) dan kondom.

Beberapa hal juga perlu diperhatikan saat penyandang epilepsi sedang menyusui, karena bangkitan yang tiba-tiba dapat membahayakan bayi yang sedang digendong atau disusuinya.

Memasuki masa menopause, penyandang epilepsi perlu melakukan terapi sulih hormon. Hal ini karena menopause dapat meningkatkan risiko menopause pada perempuan, sedangkan obat anti epilepsi sendiri juga dapat mengurangi kepadatan tulang. Terlebih penyandang epilepsi sangat rentan untuk jatuh, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko osteoporosi. Oleh karena itu, terapi sulih hormon dapat mencegah osteoporosis pada penyandang epilepsi yang masuk masa menopause.
#ad2fcb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar