Selasa, 20 Maret 2012

Serangan Umum 1 Maret 1949

Ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan Desember
1948 ibu kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri ditawan oleh Belanda. Belanda
menyatakan bahwa RI telah runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda pada saat
yang krisis ini terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di
Buktitinggi, Sumatera Barat. Di samping itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai
Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI sehingga masyarakat
Yogyakarta juga memberikan dukungan kepada RI.
Pimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman yang sebelumnya telah
menginstruksikan kepada semua komandan TNI melalui surat Perintah Siasat No.1
bulan November 1948 isinya antara lain:
(1) memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan
terhadap posisi militer Belanda;
(2) memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong
pertahanan (wehrkreise); dan
(3) memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan
untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masingmasing
(seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda
menyerang Yogyakarta. Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya
diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah
Letkol Soeharto.
Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan
TNI dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi.
Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio,
telegram maupun para kurir.
Bersamaan dengan upaya konsolidasi
di bawah PDRI, TNI melakukan
serangan secara besar-besaran terhadap
posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini
dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949
dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum
serangan dilakukan, terlebih dahulu
meminta persetujuan kepada Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta. Serangan
Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan
pasukan dari sektor Barat
(Mayor Ventje Samual), Selatan dan
Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota

(Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil
yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama
6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00.
Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah
Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera
berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga
dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga
disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N.
Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat).
Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai
berikut.
Ke dalam : - Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan
Belanda yang tergabung dalam BFO.
- Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum
ini berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat
yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada
pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI.
Ke luar - Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai
kekuatan untuk melakukan serangan; dan
- Mematahkan moral pasukan Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar