Senin, 12 Maret 2012

Perjanjian Renville

Perjanjian Linggajati ternyata merugikan perjuangan bangsa Indonesia,
oleh karena itu kedua belah pihak tidak mampu menjalankan isi perjanjian itu.
Pertempuran terus menerus terjadi antara Indonesia dengan Belanda. Dalam
upaya mengawasi pemberhentian tembak-menembak antara pasukan
Belanda dengan TNI, Dewan Keamanan PBB membentuk suatu komisi jasajasa
baik yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Untuk melaksanakan
tugas dari Dewan Keamanan PBB, KTN mengadakan perundingan untuk

kedua belah pihak. Tempat perundingan diupayakan di wilayah netral. Amerika
Serikat mengusulkan agar perundingan dilaksanakan di atas kapal pengangkut
pasukan angkatan laut Amerika Serikat “USS Renville”.
Kapal yang berlabuh di Teluk Jakarta ini menjadi tempat perundingan yang
dimulai tanggal 8-12-1947. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin,
sedangkan pihak Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, yaitu orang
Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian ini menghasilkan persetujuan yang
pada intinya sebagai berikut.
a. pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai
pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui negara
Indonesia Serikat
b. di berbagai daerah di Jawa, Madura, dan Sumatera diadakan pemungutan suara
untuk menentukan apakah daerah-daerah itu mau masuk RI atau masuk Negara
Indonesia Serikat
Di samping isi pokok perjanjian itu terdapat juga kesepakatan terhadap saransaran
dari pihak KTN yang pada intinya mengenai penghentian tembakmenembak
dan segera diikuti dengan pembentukan daerah-daerah kosong
militer (demiliterized zones).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar