Jumat, 23 Maret 2012

Mudahnya Budi Daya Jamur Merang

Jamur merupakan salah satu makanan alternatif vegetarian. Tak hanya itu, jamur juga menjadi menu makanan berkelas dalam setiap hidangan karena tumbuhan ini memiliki kandungan gizi tinggi. Selain mengandung protein, kalsium, fosfor, dan kalori, jamur juga rendah lemak.


SAYANGNYA, belum banyak yang membudidayakan jamur. Kalupun ada, masih skala kecil meskipun mampu memberikan penghasilan cukup lumayan. Kendalanya justru pada benih atau bibit jamur itu sendiri yang selama ini masih didatangkan dari Bogor dan Karawang, Jawa Barat.

Di Dusun Wonogari, Desa Tulusrejo, Pekalongan, Lampung Timur, misalnya, beberapa tahun lalu telah diuji coba (kaji terap) budi daya jamur merang dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman padi.

Kaji terap yang ditujukan mendapat hasil tambahan selain bertani, dilakukan berkelompok dengan dana swadaya masyarakat dan stimulan dari Pemda Lampung Timur. Dan hasilnya cukup memuaskan.

Sementara di pinggiran Kota Bandar Lampung, budi daya jamur skala kecil mulai tumbuh dan terus bertahan. Seperti di Kampung Lingsuh, Rajabasa, dan Margajaya, Jatiagung, yang terus mengembangan usaha budi daya jamur ini.

Pembudi daya jamur di kedua wilayah tersebut merupakan binaan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung sejak tahun 2002.

Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Lampung Ir. Masdulhaq, budi daya jamur merang ini sebetulnya memiliki prospek cukup cerah karena pasar masih menerima berapa pun jumlah yang dihasikan petani pembudi daya jamur.

"Sayangnya, justru produksinya yang belum stabil. Artinya belum mampu menyediakan kebutuhan pasar secara rutin," ujarnya, Senin (12-7).

Soal kendala bibit, menurut dia, sebetulnya bisa diproduksi di Lampung. Namun, karena jumlah pembudi daya jamur masih sedikit, pembuatan bibit dinilai belum efektif. "Seandainya sudah banyak yang membudidayakan, bukan mustahil bibit bisa kita produksi sendiri," ujarnya.

Saat ini pemasaran jamur merang yang ada tidaklah sulit karena pedagang justru yang datang ke tobong-tobong jamur dengan harga pembelian Rp12.000/kg. "Kalau sudah masuk pasar atau supermarket pasti harganya sudah beda," kata Masdulhaq.

Di dua desa binaan tersebut saat ini ada sekitar belasan tobong jamur yang terus bertambah. "Jika tidak memberikan untung, tidak mungkin tobong terus bertambah. Cuma permodalan juga menjadi tersendiri," ujar Kepala Dinas Pertanian itu.

Kandungan protein jamur cukup tinggi, dalam 100 gr jamur segar terkandung sekitar 3,2 gr protein, jumlah ini akan bertambah menjadi 16 gr jika jamur berada dalam keadaan kering. Selain itu, jamur juga memiliki kandungan kalsium dan fosfor cukup tinggi, 51 mg dan 223 mg, dan mengandung 105 kj kalori, dengan kandungan lemak rendah, 0,9 gr.

Dengan rasa cukup lezat, tak heran semua orang bisa menikmatinya, apalagi dengan variasi hidangan yang berbeda. Biasanya jamur juga menjadi campuran menu hidangan berkelas.

Tidak hanya itu, ternyata sejumlah jamur juga bisa menyembuhkan berbagai penyakit, seperti jamur maitake yang mampu mengobati kanker dan AIDS.

Jamur maitake di Amerika dikenal dengan hens of the wood (ayam betina dari kayu). Sebutan ini muncul karena bentuknya yang mirip jengger ayam. Jamur ini juga dikenal sebutan raja jamur karena ada yg memiliki ukuran raksasa sebesar bola basket.

Meskipun memunyai dasar yg tampak kokoh, makin ke atas teksturnya makin rapuh. Karena itu, daya tahannya juga rendah. Jika dimasukkan dalam kantong kertas, maitake bertahan 7--10 hari dalam lemari es.

Maitake dapat disajikan dalam berbagi hidangan, salah satunya adalah dengan cara ditumis dengan sedikit minyak atau mentega, atau bisa juga dibuat campuran sop dan dapat juga digunakan untuk masakan segala jenis jamur.

Pada pertengahan tahun 1980, Prof.Dr. Hiroaki Nanba, Ph.D., peneliti jamur terkenal di Jepang, menemukan manfaat jamur maitake (Grifola frondosa) sebagai antikanker. Namun sejak awal tahun 1980-an itu, Pemerintah Jepang sebenarnya menyetujui tiga jenis ekstrak jamur untuk digunakan sebagai obat kanker.

Maitake tumbuh di daerah bagian timur laut Jepang. Secara harfiah, nama maitake bermakna "jamur menari" (dancing mushroom). Konon nama itu disebabkan kisah kuno, awal jamur maitake ditemukan.

Jamur shitake bentuknya mirip tutup seperti payung. Warnanya berkisar dari cokelat sampai cokelat tua.

Dibandingkan dengan maitake, jamur ini lebih tahan lama karena bisa bertahan sampai 14 hari dalam kantong kertas dan disimpan di lemari es. Shitake bisa digunakan untuk segala jenis masakan, tapi bisa juga digunakan sebagai campuran sup atau pasta.

Adalagi jamur kancing yang bentuknya mirip dengan kancing, bulat dengan tangkai pendek dan gemuk. Besarnya pun bervariasi dan teksturnya lembut.

Jamur yang masih muda ditandai dengan tudung yang menguncup, memunyai rasa yang lembut. Sedangkan jamur yang telah matang ditandai dengan membukanya tudung, memunyai warna gelap dan rasa lebih kuat.

Jamur ini bisa tahan 5--7 hari dalam lemari es, dengan terlebih dahulu dimasukkan dalam kantong kertas. Jamur mentahnya bisa digunakan sebagai garnish. Tapi, jika ingin dimasak bisa diolah untuk campuran sup.

Sementara jamur yang akrab dengan menu kita sehari-hari adalah jamur merang. Jamur ini paling banyak diolah menjadi campuran sup atau ditumis. Untuk mendapatkan jamur merang ini pun tidaklah terlalu sulit karena banyak tersedia di supermarket dan juga pasar tradisional.

Lampung Post. All rights reserved.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar